“Upacara adat Labuh Saji atau Hari Nelayan sebagai wujud tradisi
yang dilakukan secara turun temurun dipercaya sebagai ungkapan rasa syukur atas
kesejahteraan dan hasil laut yang melimpah”
Mungkin
sudah tak asing lagi jika kita mendengar sebuah nama tempat dengan sebutan Pantai Palabuhanratu. Seperti yang kita ketahui bahwa Pantai Pelabuhanratu
merupakan sebuah tempat wisata di pesisir Samudra
Hindia di selatan Jawa Barat, Indonesia.
Lokasinya terletak sekitar 60 km ke arah selatan dari Kota Sukabumi. Tahukah anda? Pantai Pelabuhanratu mempunyai adat dan tradisi yang menarik yang dilakukannya secara
turun temurun. Tradisi tersebut dinamakan
upacara adat labuh saji yang digelar oleh para nelayan di Palabuhanratu, hal
ini bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada seorang putri yang mempunyai
kepedulian terhadap masyarakat nelayan juga sebagai ungkapan syukur kepada Sang Hyang Widi yang
memberikan kesejahteraan dalam kehidupan mereka. Upacara adat yang hidup dan berkembang
di Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat merupakan wujud nyata perilaku masyarakat
yang menjunjung tinggi para leluhur mereka. Dalam syukuran nelayan, sepasang ayah dan
putrinya yang digambarkan sebagai Mayangsagara dan Bagus Setra diarak dari
Pendapa Kabupaten Sukabumi ke dermaga Palabuhanratu. Mayangsagara dan Bagus
Setra yang naik delman menjadi pusat perhatian ribuan pengunjung dalam setiap
kali perayaan syukuran nelayan.
Nyi Putri Mayangsagara merupakan
seorang putri yang memulai melakukan upacara labuh saji sebagai tradisi setiap
tahun, tradisi ini digelar sejak abad ke-15 yang berfungsi memberikan kado atau
hadiah kepada Nyi Roro Kidul. Nyi Roro Kidul dipercaya sebagai penguasa laut
selatan pada waktu itu. Putri Mayangsagara melakukan upacara ini dimaksudkan
agar pekerjaan mereka sebagai nelayan mendapat kesejahteraan. Nyi Putri
Mayangsagara merupakan keturunan penguasa kerajaan Dadap Malang (kini masuk
wilayah Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi) yaitu Raden Kumbang
Bagus Setra dan Ratu Puun Purnamasari. Bagus Setra Sendiri merupakan keturunan
Kerajaan Pakuan (Bogor) yang meninggalkan kerajaannya karena konflik, sehingga
memilih tinggal di Dadap Malang.
Upacara adat ini diselenggarakan di Kelurahan Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi,
dan dilaksanakan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan). Sesuai dengan
kepercayaan mereka, para nelayan dan masyarakat serta aparat pemerintah dalam
ritual ini melabuh/menjatuhkan sesajen ke laut dengan harapan agar hasil
tangkapan berlimpah setiap tahun dan memelihara hubungan baik dengan Nyi Roro
Kidul. Dahulu sesajen yang digunakan berupa kepala kerbau/kambing, namun
sekarang diganti dengan menaburkan benih ikan, benur (bibit udang), dan tukik
(anak penyu) ke tengah teluk Palabuhanratu. dengan harapan laut Palabuhanratu
tetap subur dan memberikan banyak ikan bagi setiap nelayan yang turun ke laut. Untuk itulah, nelayan menebarkan tukik ke laut
karena dipercaya bahwa tukik adalah wujud kesuburan laut. (Desum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar