Jumat, 25 Desember 2015

INDONESIA MENDONGENG




“Menghidupkan kembali budaya mendongeng khususnya dikalangan anak. Sebagaimana kita ketahui budaya mendongeng yang sudah hampir punah”        
Permainan Oray-Orayan
          Sukabumi, 25 Desember 2015. LLC dan Relawan Rumah Zakat Sukabumi mempersembahkan Indonesia Mendongeng 3, yang dilaksanakan serentak di 14 kota di Indonesia, salah satunya “Sukabumi” dengan tujuan membentengi santri TPQ dari kristenisasi, mengangkat kembali budaya literasi mendongeng, serta silaturrahmi akbar siswa TPQ nusantara.  Sukabumi pertama kalinya melaksanakan Indonesia Mendongeng 3 dengan mengundang siswa/siswi SD, MI, santri TPA dan TPQ Kota Sukabumi, Dengan menghadirkan pembicara yang didatangkan langsung dari bandung yaitu “Susanti Agustina S.Sos., M.I.Kom”. Antusiasnya acara Indonesia Mendongeng 3 kini dihadiri dan sekaligus acara dibuka oleh ketua PKK Kota Sukabumi.
Permainan Ular Tangga
          Budaya mendongeng merupakan budaya yang diwariskan dari nenek moyang kita, budaya ini diterapkan oleh para orang tua terdahulu, namun saat ini sudah hilang termakan oleh zaman bahkan mulai punah dan tidak dikenal lagi baik dikalangan orang tua, maupun siswa. Dihadirkannya Indonesia Mendongeng 3 ini dapat mengangkat dan memperkenalkan kembali budaya mendongeng khususnya ditanamkan kepada para orang tua dan siswa/siswi di sekolah.
          Tidak hanya mendongeng dalam acara ini pun diperkenalkan permainan tradisional anak-anak diantaranya permainan oray-orayan, dan ular tangga. Perlu diketahui bahwa anak zaman sekarng lebih mengenal dengan gedzet dari pada bermain tradisional, padahal jika kita perhatikan permainan tradisional memberikan manfaat yang besar bagi anak seperti konsentrasi, mengasah daya ingat anak dan sebagainya.
          Sudah sepantasnya, sebaiknya para orang tua mulai memperkenalkan kembali budaya mendongeng pada anak. Agar budaya mendongeng ini tetap ada dan diterapkan salah satunya dalam membentuk sikap anak. (Desum)


Minggu, 20 Desember 2015

GSI DAN BUDAYA



Buruh pabrik dengan budaya tepat waktu dengan jam kerja 10 jam perhari setiap hari kecuali hari libur, hal tersebut karena pabrik memiliki time yang ketat sehingga tepat waktu menjadi kebiasaan


Perkembangan investasi dan kemajuan teknologi membawa perubahan yang sangat besar bagi ekonomi, budaya, infrastruktur dan gaya hidup masyarakat. Salah satu perkembangan investasi dan teknologi ditandai dengan munculnya dan berdirinya beberapa pabrik/manufactur di Indonesia khusunya kabupaten sukabumi. Kita ambil salah satu contoh pabrik GSI. Dengan berdirinya pabrik GSI di Kabupaten Sukabumi dengan secara langsung ataupun tidak, dapat membawa dampak perubahan seperti pada aspek perekonomian yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat. Kemudian aspek infrastruktur, seperti yang kita ketahui Sukabumi yang dikenal dengan kota tidak macet jadi macet dan beberapa ruas jalan dibangun untuk menunjang operasi pabrik. Kemudian yang berikutnya adalah Aspek budaya, dengan meningkatnya pendapatan masyarakat secara tidak langsung merubah gaya hidup dan budaya masyarakat.  
Salah satu tradisi dan budaya dari buruh pabrik adalah tepat waktu karena mereka bekerja dengan time yang ketat sehingga menuntut mereka untuk tepat waktu. Waktu kerja dimulai dari jam 07.00 sampai dengan Jam 17.00 dan waktu istirahat hanya 1 jam bila dikalkulasikan jam kerjanya sebanyak 10 jam perhari dengan disertai aturan untuk masuk kerja tepat waktu sehingga tepat waktu adalah kebiasaan yang lazim dilkukan. Dan setiap hari kerja tepat jam 07.00 pabrik-pabrik sudah ramai. Hal tersebut berbeda dengan waktu kerja tenaga pengajar maupun pegawai pemerintahan yang masuk kerjanya jam 07.30 maka pulangnya 14.30 dengan waktu istirahat 1 jam bila dihitung maka jumlah jam bekerja dalam sehari itu 7 jam bahkan sampai 6 jam dengan disertai kemungkinan terlambat (ngaret). Namun persamaannya adalah bahwa seorang buruh ditarget oleh perusahaan untuk menghasilkan hasil produksi dalam jumlah tetentu. Seorang guru diberi target untuk menghasilkan siswa yang memiliki keilmuan mumpuni. Seandainya pola pikir mencapai target kerja seorang guru sama dengan buruh maka dunia pendidikan bangsa Indonesia tidak terpuruk. Buruh pabrik bekerja 6 hari dalam seminggu sedangkan pegawai pemerintahan mayoritas hanya 5 hari dalam seminggu kecuali guru.
Jiwa tekun dan rajin serta dapat bekerja di luar jam kerja yang telah ditentukan menjadi salah satu keuntungan bagi buruh pabrik karena hal tersebut memicu pada gaji yang didapat. Semakin banya waktu digunakan untuk bekerja maka semakin banyak pula hasil produksi yang diperoleh dengan demikian semakin besar pula gaji yang didapat bahkan dapat melebihi gaji pegawai pemerintahan tiap bulannya. (S.A)

LESEHAN SEBAGAI CIRI KHAS BUDAYA



Beberapa masyarakat Sukabumi membuka tempat makan dengan nuansa lesehan meski di zaman modern seperti ini banyak restoran mewah tapi lesehan masih ramai dikunjungi serta banyak diminati



Nampaknya sudah tak asing lagi bagi masyarakat modern memilih tempat makan (lestoran) bergaya barat menjadi tempat yang dituju untuk mengenyangkan perut mereka. Sejatinya terlihat mewah, dan makanan yang disajikan nampak lebih terlihat mahal. akan tetapi Indonesia tetaplah Indonesia yang kaya akan budaya. Ditengah maraknya tempat makan bergaya modern dan lebih berkiblat ke barat, masih dapat ditemukan pula warung makan dengan tradisi lesehan yang merupakan ciri khas makan sunda yang tradisonal. Gaya bangunannya yang khas dibuat menarik dengan gaya bangunan tradisional, menggunakan atap dari ilalang, tiang dari bambu, makan dengan menggelar tikar dan sebagainya, bahkan dari segi makan pun nampak berbeda. Tempat lesehan ini lebih memilih makan dengan menggunakan tangan yang juga merupakan sunnah Rasulullah, selain dari pada itu muncul dari segi makanan yang ditawarkan lebih ke khas tadisional sunda dengan menggunakan lalaban, tempat nasi dari rotan, daun, piring dan sebagainya.
          Lesehan merupakan suatu kebudayaan yang diwariskan  nenek moyang kita. Setidaknya masyarakat yang menyediakan tempat makan bergaya lesehan ini dapat mempertahankan ciri khas dari kebudayaannya yang mendarah daging dalam diri mereka, suatu ciri khas yang unik di tengah berkembangnya zaman yang semakin modern. Budaya tersebut dapat dipertahankan dan dilestarikan sehingga tidak punah termakan oleh zaman.
          Di kota sukabumi pun, masih terlihat adanya tempat makan bergaya lesehan seperti Saung Abah yang mempertahankan ciri khas kebudayaannya melalui bangunan, gaya makan, penyajian dan sebagainya, hal tersebut membuat masyarakat tertarik dan ramai mengunjungi tempat tersebut. Karena itu tanpa kita sadari bahwa dengan budaya lesehan seperti itu saja kita memperkenalkan budaya Indonesia ini sangatlah kaya salah satunya dapat dilihat dari tempat makan bergaya lesehan. (Desum & S.A)

 

Kamis, 17 Desember 2015

DWP, Budaya Kita?



Djakarta Warehouse Project (DWP) diramaikan oleh kaum muda, anak gaul dan para pecinta elektronik dance music(EDM) dilaksanakan 11 dan 12 Desember 2015 lalu yang diadakan setiap tahun sejak 2008 di Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta Pusat acaranya sukses dan diramaikan oleh DJ lokal dan DJ luar hal tersebut memicu terbentuknya budaya baru di negara ini


Djakarta Warehouse Project (DWP) tentunya sudah tidak asing lagi didengar, DWP bahkan menjadi topik menarik dalam perbincangan kaum muda, anak gaul dan para pecinta elektronik dance music(EDM). DWP yang digelar setiap tahun sejak tahun 2008 menjadi salah satu contoh terbentuknya budaya baru di negara ini. Gemerlap DWP menjadi bukti bahwa Indonesia memang semakin modern dan mengikuti zaman, ribuan para pecinta dugem rela mengeluarkan uang yang tidak murah demi menghadiri DWP yakni dengan harga tiket paling murah Rp. 720.000 hingga paling mahal 4.5 juta rupiah.
Panggung DWP begitu luar biasa dengan desain burung Garuda karena pihak penyelenggara mendatangkan langsung arsitek dan bahan stage dari luar negeri semakin menambah kekaguman para pecinta EDM.  Aliran yang berkiblat dari Belanda dan Jerman, EDM semakin memiliki tempat dihati masyarakat Indonesia, lihat saja para Disc Jokey yang sekarang ini semakin sering muncul di acara televisi.
Meski DWP sempat didemo oleh Gerakan Pemuda Islam Jakarta Raya yang menganggap DWP melanggar moral bangsa dan tidak sesuai dengan nilai  agama. Namun 11 dan 12 Desember 2015 lalu di Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta Pusat DWP 2015 sudah terselenggara dengan sukses, panggungyang diramaikan oleh DJ lokal dan DJ luar negeri berhasil membuat ribuan orang yang memadati JIExpo mengangkat tangan, berjoget, berjingkrak, bersorak dan melompat tanpa lelah.
Melihat kemegahan DWP dengan ribuan para pecinta EDM seakan-akan DWP sudah menjadi salah satu budaya kita, budaya EDM, berjoget menghentakan kaki mengangkat tangan dan menggoyangkan badan dengan pakaian minim pada malam hari diirigi DJ bukan lagi sesuatu yang asing melainkan sudah biasa meski masih ada beberapa masyarakat Indonesia yang belum menerima tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kemeriahan DWP membuka mata kita bahwa di zaman yang semakin modern ini budaya Indonesia sudah tercampur dengan budaya asing.(Puteri LQ & S.A)