Kamis, 03 Desember 2015

Seni Tato dan Tradisi Meruncingkan Gigi di Mentawai




Proses pembuatan tato masyarakat suku Mentawai
Gigi runcing perempuan Mentawai
Mentawai adalah salah satu suku di Sumatra Barat yang memiliki kebudayaan unik salah satunya seni tato dan budaya meruncingkan gigi. Seni tato merupakan tradisi seni yang ada di suku Mentawai, bahkan menurut penelitian seni tato tertua yaitu berasal dari suku Mentawai. Suku Mentawai sudah menato tubuh mereka sejak kedatangan mereka ke pantai barat Sumatera pada zaman logam, 1500 SM-500 SM. Bagi mereka, tato adalah roh kehidupan. Tidak hanya itu, lewat tato, mereka juga dapat menunjukan mata pencaharian serta status sosialnya di masyarakat. Sebagai contoh jika  mereka berprofesi sebagai pemburu, maka tato yang digambar adalah binatang hasil buruannya. Hal unik dari seni tato buatan suku Mentawai, yaitu : Tattoo Mentawai Dinobatkan Sebagai Seni Tatto Tertua Di Dunia Keberadaan seni lukis di atas kulit ini lahir lebih dulu dibandingkan dengan tato Mesir yang baru dimulai 1300 SM. Lebih dikenal dengan sebutan Titi. Tattoo memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam, bagi mereka objek seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan di tubuh mereka. Membuat tattoo Mentawai harus melalui tiga tahap. Tahap pertama pada saat seseorang berusia 11-12 tahun, dilakukan pentatoan di bagian pangkal lengan. Tahap kedua usia 18-19 tahun dengan menato bagian paha. Tahap ketiga setelah dewasa. Proses pembuatan tato memakan waktu dan diulang-ulang. Dan dipastikan akan menimbulkan rasa sakit bahkan menyebabkan efek demam. Bahan-bahan dan alat yang digunakan didapat dari alam seperti kayu karai yang diruncingkan ujungnya serta pewarna terbuat dari campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa. “Sipatiti” (artis tattoo) dibayar dengan seekor babi. Sebelum tatto dilakukan, diatur upacara pertama dipimpin oleh Sikerei di Puturukat (galeri milik sipatiti). Tubuh sesorang yang akan ditato terlebih dulu digambar dengan tongkat. Sketsa pada tubuh kemudian ditusuk menggunakan jarum kayu dan dipukul perlahan-lahan dengan tongkat kayu untuk memasukkan pewarna ke dalam lapisan kulit. Pewarna yang digunakan adalah campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa. Gigi runcing merupakan simbol kecantikan dari perempuan suku ini. Semakin runcing gigi mereka, semakin cantiklah perempuan itu. Selain sebagai simbol kecantikan, tradisi seni mengukir gigi ini juga menjadi simbol keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Data ini diperoleh dari seorang narasumber bernama Kinang Darmaga Harahap yang pernah berkunjung ke Mentawai melalui Ekspedisi Nusantara Jaya 2015. (Siti Apipah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar